Jangan Membesarkan Anak Tanpa Tujuan



KHOIRUUMMAHCILEDUG.SCH.ID - Mari kita buka pertemuan ini dengan menyimak firman Allah SWT. yang ‘merekam’ perkataan salah seorang wanita mulia pada zamannya, istri dari Imran, atau nenek dari Nabiyullah Isa al-Masih as.:
(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (TQS. Ali Imran: 35)
Nama istri Imran memang tidak dicantumkan dalam al-Qur’an, namun sejumlah mufassir menyebutkan namanya adalah Hanna binti Faquz. Lama benar Imran dan istrinya tak kunjung dikaruniai anak, sampai kemudian sang istri diberi kehamilan lalu ia menazarkan bahwa anaknya akan dipersembahkan menjadi ‘muharroron’, hamba yang saleh dan berkhidmat di Baytul Maqdis. Dari rahim Hanna lahirlah seorang wanita salehah bernama Maryam, dan dari rahim Maryam, Allah dengan kekuasaanNya memberikan keturunan seorang nabi dari golongan Ulul Azmi yaitu Isa al-Masih as.:
dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.(TQS. At-Tahrim: 12)

Keluarga Imran adalah contoh orangtua yang memiliki tujuan dan pengharapan pada anaknya. Istrinya, tak mau anak yang kelak dilahirkan menjadi anak yang biasa saja, dirawat dan dibesarkan tanpa tujuan. Allah pun berkenan memenuhi permintaan dan harapan mereka, menjadikan keluarga Imran sebagai satu dari sekian keluarga yang tercatat namanya di dalam KitabNya yang agung.
Mari perhatikan keluarga muslim hari ini, berapa banyak orangtua yang melahirkan dan membesarkan anak tanpa tujuan. Bagi mereka kelahiran dan beranak pinak hanya menjadi siklus biologis, bukan suatu fase yang direncanakan. Padahal memiliki anak itu adalah suatu kemewahan.
Memiliki dan membesarkan anak tanpa tujuan sama artinya mempersiapkan kegagalan masa depan untuk mereka. Bisa kegagalan materi, kegagalan karir, dan paling memilukan adalah gagal sebagai ‘khalifatullah’. Ya, manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT. sebagai khalifah-Nya; sosok yang seharusnya memakmurkan dunia dengan menjalankan segenap aturanNya.
Silakan lihat anak-anak muda yang hedonis, pamer kemewahan di media sosial, hedonis, hidup bersama dengan pacar mereka, adalah sebagian dari anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan tanpa tujuan oleh orangtuanya.
Berikut ini beberapa kecenderungan hidup anak-anak yang tumbuh tanpa diberikan tujuan oleh kedua orangtuanya:
–          Bergaya hedonis,
–          Obsesi dan orientasi kesuksesan materi
–          Senang memamerkan kekayaan dan prestasi, jauh dari sikap rendah hati
–          Miskin penghormatan pada orang lain termasuk orangtua
–          Culas dan oportunis
–          Tak punya aturan dalam hidup
–          Butuh pada agama hanya dikala hidup susah
–          dll
Orangtua yang punya tujuan pada anak-anak mereka, akan mengarahkan pendidikan anak untuk mewujudkan tujuan tersebut. Seperti keluarga Imran yang kemudian mempercayakan Maryam pada pamannya, Nabi Zakaria as. untuk dididik dan dijaga. Keyakinan dan ketawakalan keluarga Imran pada Allah juga menjadikan Maryam bisa bersabar saat diuji dengan kehamilan yang tak wajar. Tahan menghadapi gunjingan orang-orang di sekelilingnya, sampai akhirnya Allah membuat Isa al-Masih yang masih dalam buaian menjawab gunjingan-gunjingan tersebut.
Mulailah membuat perencanaan dan tujuan untuk anak-anak kita. Dengan adanya tujuan maka pengasuhan dan pendidikan anak akan terencana, tertata, dan mudah untuk dievaluasi. Orangtua bisa mengukur sejauh mana keberhasilan pencapaian maupun apa yang belum bisa terwujud, untuk kemudian mencari solusinya.
Marilah membaca kisah-kisah para ulama agung disaat mereka kecil, orangtua mereka telah memiliki tujuan bagi anak-anak mereka, memiliki langkah-langkah yang tertata rapih untuk mewujudkan tujuan tersebut. Misalnya, bukan tanpa alasan, ibunda Imam asy-Syafi’i menitipkan putranya di perkampungan Arab Badui selama beberapa lama, melainkan dengan tujuan agar putranya menyerap bahasa Arab terbaik dan genuine yang saat itu hanya berada di lingkungan Arab Badui. Kelak, putranya bukan saja menjadi seorang faqih dalam agama, tapi juga mahir dalam sastra. Itulah buah pendidikan anak yang bertujuan dan terencana.
Bagaimana ayahbunda, apakah Anda memiliki tujuan bagi anak-anak Anda? Bila belum, mulailah dari sekarang. Tetapkan tujuan dan langkah yang akan diambil. Semoga Allah memudahkan segala niat baik kita semua. [iwanjanuar.com]