Mengapa Terjadi Deislamisasi Jihad Dalam Pelajaran Agama?

https://twitter.com/ARH19241/status/1173009509825908736


KHOIRUUMMAHCILEDUG.SCH.ID - Menteri agama melalui kurikulum pendidikan dalam pelajaran agama berupaya menghapus sejarah peperangan, beranggapan materi itu sebagai bagian dari radikalisme.
Kementerian Agama Republik Indonesia sebagaimana dikutip republika menyatakan, tidak ada lagi materi tentang perang dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di madrasah. Hal itu diimplementasikan pada tahun ajaran baru 2020.
Gatra juga mengutip bahwa direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Umar menuturkan, di tahun ajaran baru 2020, tidak akan ada lagi materi perang di mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Baik untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau pun di Madrasah Aliyah (MA).
Apakah perubahan kurikulum dengan menghapus sejarah perang dalam pelajaran agama itu tindakan yang bijak dan tepat ? Apakah benar jika ajaran perang yang ada dalam buku pelajaran SKI itu merupakan cerminan Islam radikal?
Negara maju adalah negara yang konsen terhadap kondisi pendidikan karena pendidikan akan melahirkan SDM handal yang akan berperan dalam pembangunan dan peradaban bangsa. Tanpa pendidikan maka masa depan bangsa akan lemah dan terpuruk.
Menjalankan aktivitas kehidupanpun harus berbekal ilmu. Menjalani kehidupan dunia harus dengan ilmu apalagi terkait urusan akhirat harus dengan ilmu. Betapa penting ilmu yang shohih dalam pendidikan bagi setiap warganya.
Memberikan pendidikan yang berkualitas dan layak adalah salah satu bentuk kewajiban negara kepada rakyat tanpa pandang bulu apakah laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, muslim atau non muslim. Semua mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama.
Jalannya proses pendidikan tidak lepas dari kurikulum pendidikan. Sebagai salah satu komponen terpenting dalam kurikulum adalah konten materi yang terdapat di dalamnya.
Untuk merealisasikan cara pandang bangsa dalam sebuah langkah praktis dan visi peradaban jangka panjang maka negara harus memiliki sebuah kurikulum pendidikan, karena kurikulum adalah ruh sebuah bangsa.
Dalam kurikulum pendidikan islam sejatinya memuat ilmu islam yang syamil termasuk di dalamnya aktivitas yang mulia yang pernah dilakukan Rosulullah yaitu perang atau jihad.
Menurut Ismail Yusanto dalam Focus Khilafah Channel, sejarah peperangan pada masa Rosulullah dan setelah itu, sebagai cerminan sikap umat islam ketika berhadapan dengan musuh berdasarkan agama islam.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS.Al-Baqoroh : 218).
Demikianlah salah satu ayat Al-qur’an untuk menyeru jihad fii sabilillah.
Jadi ketika kita diserang wajib membela diri, itu semua disebut jihad difa’i dan merupakan ajaran Islam yang wajib diimplementasikan dan sekarang menjadi sejarah yang bisa kita baca.
Menjadi sesuatu yang aneh didengar jika sejarah itu akan dihapus karena pada hakikatnya sejarah merupakan cerminan pengamalan ajaran islam. Jika pelajaran perang membela agama dihapus dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) ini menunjukan bukan sikap dan kebijakan seorang muslim.
Berperang selain untuk mempertahankan diri, juga menghilangkan hambatan untuk merebut kemerdekaan dari kaum penjajah.
Jika ingin memunculkan islam tidak radikal dan sebagai agama damai bukan berarti menghapuskan ajaran perang atau jihad karena Islam mengajarkan semua keadaan dan memiliki sikap dari setiap apa yang dihadapi dengan tepat berdasarkan syari’at.
Ketika Islam diperangi maka ia wajib membela diri, ada saatnya ia damai ketika lawan tidak memerangi, ada saatnya islam bersikap toleransi sesuai ranah yang disyariatkan.
Apa jadinya jika agama diperangi musuh-musuh Islam namun pemuda tidak memahami makna dan keutamaan perang/jihad dan tidak memiliki keberanian dengan mengorbankan raganya untuk kecintaan kepada agama, Robb dan Rosulnya?
Eksistensi jihad dalam islam bukan untuk menjajah tetapi menyelamatkan kedaulatan negara dan keimanan. Jihad adalah ajaran Islam yang pernah dilakukan Rosulullah dan beragam jihad tersebut esensinya sama.
Jihad adalah amal kebaikan yang disyariatkan untuk mengokohkan dan mengagungkan Islam yang dilakukan ketika menghadapi musuh dari kalangan kaum kafir yang memerangi Islam.
Ketika jihad dihilangkan dalam pemahaman umat terutama pada diri generasi melalui kurikulum pendidikan, sama artinya memangkas ajaran Islam. Dan menciptakan ketidakfahaman konsep jihad bagi sebuah bangsa.
Di saat yang sama, kaum penjajah telah memberlakukan wajib militer bagi pemuda/inya sebagaimana Israel, mengapa pemuda/i islam di lemahkan pemahaman yang keliru dengan menjauhkan pemahaman jihad yang sesungguhnya? Jihad dalam islampun tidak akan disalahgunakan namun akan diamalkan pada saat yang tepat.
Kurikulum yang berkualitas adalah yang tidak hanya sekedar transfer ilmu tetapi mampu membangkitkan taraf berfikir generasi, memiliki fikroh yang cerdas dan jiwa militan yang cinta terhadap negara dan agamanya dari cengkraman serta fitnah kaum kafir penjajah.
Ketika penguasa melakukan pemangkasan ajaran Islam dalam kurikulum pendidikan khususnya dalam konten pelajaran agama islam, itu sama artinya penguasa telah menjauhkan generasi memahami Islam kaffah yang sesungguhnya dan sebagai bentuk upaya menciptakan islamphobia terhadap fiqih bab jihad/perang dan ini adalah bentuk deradikalisasi yang begitu buruk seakan-akan jihad sesuatu yang menakutkan.
Sudah saatnya penguasa menyelamatkan pendidikan negara yang utuh, kembali kepada pendidikan Islam yang mengacu kepada aqidah yang shohih bukan berdasarkan hawa nafsu apalagi kepentingan-kepentingan materi. Naudzubillah min dzalik. 
Wallahu’alam Bishowwab.[]


Penulis: Ustadzah Hawilawati, S.Pd
Praktisi pendidikan di STP SD Khoiru Ummah Ciledug